Keberagaman
yang seharusnya “menawan”
Oleh ; MoRGaN STAIMA
(Aktif di Dewan Mahasiswa)
Maqosid di dalam agama
islam berorientasi penuh kepada kebaikan universal, baik itu relasi personal
terhadap tuhan dan terhadap makhluk tuhan.
Sangat aneh jika terjadi kekerasan atas nama agama, yang
sejatinya agama itu identik dengan rasa kasih sayang terhadap sesama secara
obyektif.
Faktor utama yang sebenarnya terjadi adalah menganggap esensi
kesalahan terhadap kefalidan kepahaman pihak lain dan menganggap paham sendiri
sebagai paham yang paling falid, sehingga terjadi konflik negatif yang
berkepanjangan, padahal setiap orang bebas berfikir, memahami dan memilih.
Konsep tasamuh (toleransi) menjadi rumus efektif untuk mengendalikan
isu-isu kontra agama yang marak terjadi di negara kita dan membuat dua kubu
yang tidak terlibat pun yang sedari tadinya hanya melihat dan mendengar menjadi
marah dan dendam.
Interaksi kongkrit antar agama menjadi sesuatu yang sangat
urgen untuk memahami setiap doktrin yang di ajarkan umat lain yang bertujuan
untuk menghargai pendapat dan paham orang lain.
Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat yang
heterogen, mulai dari warna kulit, etnis, budaya dan agama. Kebhinnekaan yang
rukun menjadi suatu pemandangan yang sangat indah dan mempesona.
Jika darah mengalir dan nyawa melayang dengan sangat
mudahnya, maka kebhinnekaan ini bukan lagi menjadi suatu keindahan, akan tetapi
menjadi suatu ketidakmanusiawian terhadap makhluk tuhan.
Kebaikan di dalam hati nurani seseorang adalah sebuah fitrah
di dalam diri manusia, sangat mustahil jika seseorang memahami dan memilih lalu
memeluk suatu paham jika di dalamnya itu berisi doktrin-doktrin kekejian,
ketidakmanusiawian dan sejenisnya yang mengarah kepada hal-hal yang destruktif,
jikalau ada pastilah tidak jamak dan dalam keadaan khilaf dan tidak menggunakan
hati yang jernih.
Kita lihat realita sekarang, paham-paham itu berisi ratusan,
ribuan bahkan jutaan orang yang memeluknya, ini fakta kongkrit yang bisa kita
lihat dan teliti dengan sangat mudahnya.
Jerit tangis kesakitan karena di tindas dan di siksa lalu di
paksa menjadi hal yang tidak di harapkan, tindakan perubahan berupa gerakan
perlawanan menjadi meteor untuk menetralisir keadaan ini, semoga orang yang
terketuk hatinya untuk bisa memberikan sumbangsihnya demi kesejahteraan,
kedamaian dan keamanan umat manusia di bumi pertiwi ini.
Satu hal yang perlu di analisis adalah penetapan presiden
repubik indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 yang hanya meresmikan 6 agama resmi
dengan pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi ‘’Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan
kepercayaan itu’’. ini adalah suatu kesenjangan hukum yang ada di indonesia.
Tugas negara adalah melindungi, mengayomi dan memberikan
fasilitas-fasilitas kepada semua masyarakat dari semua lini. Bukan malah
membuat ketetapan yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah itu menjadi suatu
keresahan di kalangan tertentu.
Konstitusi
UUD 1945 Amandemen kedua
Pasal 28E :
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya
serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 28I ;
(1) hak untuk hidup,
hak untuk tidak di siksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak di perbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi dalam keadaan
apapun.
Dalam pasal 28I ayat (4) di terangkan tugas negara yaitu
‘’perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah’’.
Hal di atas jelas adalah tanggung jawab dan tugas untuk
pemerintah.
UU N0 39 Tahun 1999
Pasal 22
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Keterangan di atas semoga bisa mengobati orang-orang yang
sudah terkena virus radikalisme agama agar menggunakan hati nuraninya dalam
berbicara dan bertindak.
Dan semoga indonesia yang bhinneka tunggal ika ( berbeda tapi
satu tujuan ) segera berkurang dan tidak ada lagi kekersan atas nama agama di kemudian
hari, walaupun hanya berupa kekerasan secara verbal.